Sabtu, 23 Maret 2013

Kenapa pilih nggambar? (Eps. 2)

Semua berawal ketika kelas lagi jam kosong, atau biasa disebut jamsostek, eh salah maksutnya jamkos.
Waktu itu saya melihat seonggok pensil bermerk *piip* yang tergeletak lemas tak berdaya di atas bangku saya, tiba-tiba hati kecil saya tergugah untuk datang menolong menghampirinya.
Sekarang posisi saya sudah 1 inci di depan pensil tersebut, saya memantapkan hati saya, memanjatkan do'a, dan meminta restu pada teman dan orang tua saya bilamana terjadi hal yang tak diinginkan (oke, saya mulai ngelantur).
Langsung saja tanpa pikir pajang saya ambil pensil tersebut.
Lalu saya pergi ke bangku sebelah milik teman saya, ambil buku tulisnya, dan saya ambil bagian tengahnya dengan wajah innocent.
Saya kembali ke singgasana saya, duduk bersandar dan mengamati sekitar. Lalu saya melihat salah seorang teman saya yang sepertinya tidak memperhatikan saya, tiba-tiba insting liar saya menyuruh untuk menggambarnya, dan terjadilah saudara-saudara!
Tanpa sepengetahuannya--- saya menorehkan si pensil yang kecil, rapuh, dan tak berdaya itu di atas kertas lusut hasil jarahan tersebut. Saya bersemangat sekali, sangat bersemangat! Adrenalin saya bergejolak!
Saya hampir selesai menggambar wajah tak berdosa teman saya, tapi semua itu berubah sejak negara api menyerang (maaf, saya tidak bisa menahan diri).
Gambar selesai, si pensil terkulai lemas tak berdaya. Saya berjalan dengan langkah pasti menuju teman saya tersebut, sejenak kami bertatap muka, saling melototi satu sama lain, keringat saya bercucuran, tangan saya gemetaran, nafsu membunuh yang tajam terpancar dari aura kami berdua (oke, ini serial DeathNote).
Langsung saja saya memberikan padanya hasil coretan saya, dan sayapun langsung pergi tanpa sepatah katapun.
Itulah awal mula saya meniti karir di dunia per-pensilan (?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar